Kamis, 21 Mei 2009

OPINI

KETIKA SELEBRITI MELANGKAH SENAYAN

Beberapa selebriti berhasil masuk sebagai anggota legislative pada hasil pemilu 2009. Bagaimana kinerja selibriti ketika berada di senayan nantinya??

Selebriti akrab dengan panggung hiburan, dimana biasanya para selebiriti bebas berkarya dan mengapresiasikan kemampuan mereka. Berbeda hal dengan panggung politik, karena parlemen bukan berarti bebas – sebebasnya. Walaupun Negara kita adalah Negara demokratis, yang berarti kebebasan.

Para selebriti kita haruslah menyadari sejak awal, bukan nasib individu yang akan mereka urusi. Lebih dari itu harusnya, karena ini menyangkut nasib bangsa dan semua warga Negara.Kita mulai mempertanyakan kinerja selebriti bila mereka benar berada di senayan nantinya.

Dalam bahasa gampangnya jika politisi tidak mampu memerintah dengan baik, entah itu pada bidang eksekutif, legislative, maupun yudikatif, berada tidak ada kemampuan khusus yang dimiliki selebriti untuk berada di Senayan. Tidak semua selebriti memiliki latar belakang politik yang baik. Untuk itu kita hanya bisa berharap nasib Indonesia akan menjadi lebih baik bila para selebriti menjadi pejabat di Senayan. Bukan sekedar jual nama dan semata sensasi saja.

INDRA PUJO PRASETIA
153070007


SIKAP DPR TERHADAP KPK

Sikap Anggota Komisi III DPR dalam rapat dengar pendapat dengan pimpinan KPK, masih terus mengundang kontroversi. Bagi KPK sangat sulit menerima argumen yang diajukan anggota DPR. Yaitu tak boleh berbuat apa-apa (termasuk melakukan penyidikan dan penuntutan) selama belum ada pengganti Antasari Azhar sebagai ketua KPK.

Padahal kalau harus menunggu pimpinan KPK lengkap terdiri 5 orang, maka sekurang-kurangnya dibutuhkan waktu selama 8 bulan. Nah, menurut anggota DPR selama menunggu terpilihnya ketua KPK yang baru, KPK tak boleh berbuat apa-apa.

Wajar bila empat pimpinan KPK yang hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut, yakni Chandra Hamzah, M Jazin, Bibit Samad Rianto, dan Haryono Umar menolak usulan anggota DPR tersebut. Mereka akan tetap bekerja seperti biasa seperti melakukan penyidikan dan penuntutan meski tanpa Antasari Azhar.

Memang agak sulit menerima argumentasi anggota komisi III DPR yang hendak ‘meniadakan’ KPK. WAKIL KETUA kpk m Jasin mengutip pasal 32 ayat (1) UU No 30/2002 tentang KPK yang menyatakan pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan antara lain karena terus menerus selam lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya.

Logikanya sederhana saja. Bila saat ini pimpinan KPK tak boleh berbuat apa-apa dan harus menunggu pengganti Antasari Azhar yang diperkirakan butuh waktu 8 bulan, maka berdasar pasal diatas, semua pimpinan KPK akhirnya harus berhenti. Mengapa? Tak lain karena mereka selama 3 bulan lebih tidak menjalankan tugas seperti yang diusulkan anggota DPR. Bukankah ini cara sistematis untuk meniadakan KPK?

Untuk itulah kita mendukung sikap empat pimpinan KPK yang tak mau tunduk pada keinginan anggota DPR yang mengingikan merka untuk tidak berbuat apa-apa. Mengikuti keinginan anggota DPR sama saja menjebakkan diri dalam pasal 32 ayat (1) UU No 30/2002 tentang KPK. Bila itu terjadi, maka habislah semua pimpinan KPK karena secara hokum harus berhenti. Apakah ini yang dikehendaki DPR?

(Wilujeng Kurniari/153070040)


Pemilu 2009 Berjalan Lancar

Penyelenggaraan Pemilu 2009 di sejumlah tempat, khususnya di Jawa Tengah relatif lancer dan tertib kendati di warnai berbagai kendala, sebut saja persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Logistik Pemilu, teknis penyaluran suara hingga sulitnya pengisian berita acara pemungutan suara serta beragam formulir yang disediakan KPPS.

Namun patut disyukuri beberapa persoalan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu tidak sampai mengarah terjadinya situasi dan kondisi yang mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat. KPU harus berhati-hati dalam rekapitulasi suara guna menghindari terjadinya kekeliruan atau kesalahan teknis. Pasalnya tahapan tersebut sangat krusial yang menyangkut nasib banyak orang.

Viona arliasari/153070012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar